Rabu, 08 Oktober 2014

Aneka Ragam Kebudayaan dan Masyarakat (antropologi)




Aneka Ragam Kebudayaan dan Masyarakat

A.     Konsep Suku Bangsa
      1.   Suku Bangsa

Setiap kebudayaan yang dalam suatu masyarakat baik berwujud sebagai komunitas desa, kota, sebagai kelompok kekerabatan, atau kelompok adat yang lain, bisa menanmpilkan suatu corak khas terutama terlihat oleh orang luar warga masyarakat bersangkutan. Corak khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil berupa suatu kebudayaan fisik dengan bentuk khusus; atau karena diantara pranata-pranatanya ada suatu pola sosial khusus, atau dapat juga karena warganya menganut suatu tema budaya khusus.
Pokok perhatian dari suatu deskripsi etnografi adalah kebudayaan-kebudayaan dengan corak khas seperti itu. Istilah etnografi untuk suatu kebudayaan dengan corak khas adalah “suku bangsa” (dalam bahasa Inggris disebut ethnic group dan bila diterjemahkan secara harfiah “kelompok etnik”).  Namun di sini digunakan istilah “suku bangsa” saja karena sifat kesatuan dari suatu suku bangsa bukan “kelompok”, melainkan “golongan”. Konsep yang tercakup dalam istilah “suku bangsa” adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan “kesatuan kebudayaan”, sedangkan kesadaran dan identitas tadi sering kali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga. Jadi kesatuan “kebudayaan” bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar (misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli kebudayaan, atau lainnya, dengan metode-metode analisi ilmiah), melainkan oleh warga kebudayaan bersangkutan tersebut.
Dalam kenyataan, konsep “suku bangsa” lebih kompleks dari pada yang terurai diatas. Ini disebabkan karena dalam kenyataan, batas dari kesatuan manusia yang merasakan diri terikat oleh keseragaman kebudayaan itu dapat meluas atau menyempit, tergantung pada keadaan. Misanya, penduduk Pulau Flores di Nusa Tenggara terdiri dari beberapa suku bangsa yang khusus, dan menurut kesadaran orang Flores itu sendiri, yaitu orang Manggarai, Ngada, Sikka, Riung, Nage-keo, Ende, dan Larantuka. Demikian pula penduduk Irian Jaya yang di Irian Jaya sendiri sebenarnya merasakan diri orang Sentani, orang Marindanim, orang Serui, orang Kapauku, orang Moni dan sebagainya, akan mersa dirin mereka sebagai Putra Irian Jaya apabila mereka keluar dari Irian Jaya.
Mengenai pemakaian suku bangsa sebaiknya selalu memakainya secara lengkap, dan agar tidak hanya mempergunakan istilah singkatan “suku” saja. Pemakaian yang tepat, misalnya suku bangsa Minangkabau suku Sunda, suku Ngaju, suku Ambon. Deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan isi dari sebuah karangan etnografi.

2.      2.  Beragam Kebudayaan Suku Bangsa


Selain mengenai besar-kecilnya jumlah penduduk dalam kesatuan masyarakat suku bangsa, seorang sarjana antropologi tentu juga menghadapi masalah perbedaan asa dan kompleksitas dari unsur kebudayaan yang menjadi pokok penelitian atau pokok deskripsi etnografinya. Dalam hal itu para sarjana antropologi sebaiknya membedakan kesatuan masyarakat suku-suku bangsa di dunia berdasarkan atas kriteria mata pencarian dan sistem ekonomi ke dalam enam macam: (a) masyarakat pemburu dan peramu (hunting and gathering societies), (b) masyarakat peternak (pastoral societies), (c) masyarakat peladang (societies of shifing cultivators), (d) masyarakat nelayan (fishing communities), (e)  masyarakat petani pedesaan (peasant communities), dan (f) masyarakat perkotaan kompleks (complex urban societies).
Pada masa kini jumlah dari semua suku bangsa yang hidup dan berburu di seluruh dunia belum ada setengah juta orang. Dibandingkan dengan di seluruh dunia yang kini berjumlah lebih dari 3.000 juta, maka hanya tinggal kira-kira 0,01% dari seluruh penduduk dunia yang masih hidup dari berburu, dan jumlah itu sekarang makin berkurang juga karena suku bangsa berburu itu akhir-akhir ini sudah banyak yang pindah ke kota-kota untuk menjadi buruh.
Kebudayaan peternak yang hidup dalam pastoral societies hingga kini masih ada di daerah-daerah padang rumput stepa atau sabana di Asia Barat Daya, Asia Tengah, Siberia, Asia Timur Laut, Afrika Timur, atau Afrika Selatan. Kehidupan suku-suku bangsa peternak berpindah-pindah dari suatu perkemahan lain dengan menggembala ternak mereka menurut musim-musim tertentu. Mereka memerah susu ternak lalu membuat menjadi mentega, keju, dan hasil olahan lain susu yang dapat disimpan lama.
Kebudayaan peladang yang hidup dalam shifting cultivators societies terbatas penggambarannya di daerah hutan rimba tropis di daerah pengairan Sungai Kongo di Afrika Tengah, di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (di luar Jawa dan Bali),
dan di daerah pengaairan sungai Amazon di Amerika Selatan. Para peladang di daerah tropis tersebut mempergunakan teknik becocok tanam yang sama. Walaupun mereka harus berpindah-pindah ladang setiap dua-tiga tahun, namun suku-suku bangsa peladang biasanya hidup menetap dalam desa-desa yang tetap.
Bercocok tanam di ladang merupakan suatu mata pencarian yang dapat juga menjadi dasar suatu peradaban yang kompleks dengan masyarakat perkotaan, sistem kenegaraan, dan seni bangunan serta pertukangan yang tinggi. Contoh dari suatu peradaban yang serupa itu adalah peradaban Indian Maya dalam abad ke-15 di Meksiko Selatan, Yukatan, dan Guatemala di Amerika Tengah. 
Kebudayaan nelayan yang hidup dalam fishing communities ada di seluruh dunia: di sepanjang pantai, baik dari negara-negara yang berada di pinggir benua-benua, maupun di pulau-pulau. Secara khusus desa-desa nelayan itu biasnya terletak di daerah muara-muara sungai atau di sekitar sebuah teluk. Lokasi di muara sungai memudahkan para nelayan untuk melabuhkan perahu atau biduk yang mereka pakai untuk ke luar menuju laut.
Kebudayaan petani pedesaan, yang hidup dalam peasant communities pada masa sekarang merupakan bagian terbesar dari objek perhatian para ahli antropologi, karena suatu prporsi terbesar dari penduduk dunia masa kini memang masih merupakan petani yang hidup dalam komunitas-komunitas desa, yang berdasarkan pertanian, khusus nya bercocok tanam menetap secara tradisional dengan irigasi.
Kebudayaan perkotaan yang kompleks telah menjadi objek perhatian para ahli antropologi, terutama sesudah Perang Dunia II. Pada masa itu timbul banyak negara baru bekas jajahan, dengan penduduk yang biasanya terdiri dari banyak suku bangsa, golongan bahasa, atau golongan agama, dalam wadah satu negara nasional yang merdeka. Maslah-masalah yang berhubungan dengan gejala tersebut dan juga beberapa masalah yang menjadi pokok perhatian antropologi spesialis, sebagian besar juga timbul di kota-kota, menyebabkan ada perhatian luas dari para ahli antropologi terhadap masyarakat kota, dan timbulnya subilmu antropologi spesialis yang disebut “antropologi perkotaan” (urban antropology)



B.     Konsep Daerah Kebudayaan

Suatu “daerah kebudayaan” (culture area) merupakan suatu penggabungan atau penggolongan (yang dilakukan oleh ahli-ahli antropologi) dari suku-suku bangsa yang beragam kebudayaannya, tetapi mempunyai beberapa unsur dan ciri mencolok yang serupa. Saran-saran pertama untuk perkembangan sistem cultre area berasal dari seorang pendekar ilmu antropologi di Amerika, F. Boas, walaupun para pengarang dari abad ke-19 tentang kebudayaan dan masyarakat suku-suku bangsa Indian pribumi Benua Amerika telah mempergunakan sistem klasifikasi berdasarkan dearah-daerah geografi di Benua Amerika yang menunjukkan banyak persamaan dengan sistem klasifikasi culture area di Amerika Utara yang kita kenal sekarang.
Penggolongan beberapa kebudayaan dalam suatu daerah kebudayaan dilakukan berdasarkan atas persamaan ciri-ciri yang mencolok. Ciri-ciri tersebut tidak hanya berwujud unsur kebudayaan fisik (misalnya alat-alat berburu, alat-alat bertani, alat-alat transportasi, senjata, bentuk-bentuk tempat kediaman dan sebagainya), tetapi juga unsur-unsur kebudayaan yang lebih abstrak dari sistem sosial atau sistem budaya (misalnya unsur-unsur organisasi kemasyarakatan, sistem perekonomian, upacara-upacara, unsur cara berpikir, dan adat-istiadat.

C.     Daerah-daerah Kebudayaan di Amerika Utara

Kesembilan daerah kebudayaan di Amerika Utara menurut klasifikasi Clark Wissler adalah:
1.      Daerah kebudayaan Eskimo, meliputi kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa pemburu binatang laut, di pantai utara dan barat laut Kanada, serta pantai pulau-pulau yang berhadapan dengan Pantai Kanada (seperti Bafinland dan Greenland). Contoh suku bangsa dari daerah ini adalah: Eskimo Nunivakmiut di Alaska, Eskimo Iglulik di pantai-pantai bagian utara dan Teluk Hudson, dan Eskimo Angmasalik di pantai tenggara Pulau Greenland.
2.      Daerah kebudayaan Yukon-Mackenzie, meliputi kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa pemburu binatang hutan Koniferus di Kanada, barat laut (seperti beruang atau binatang-binatang berburu yang lebih kecil), dan penangkapan ikan di Sungai Yukon dan Mackenzie, serta anak-anak sungainya.
3.      Daerah kebudayaan pantai barat laut, meliputi kebudayaan suku-suku bangsa bermsyarakat rumpun yang tinggal di desa-desa tepi pantai barat laut Kanada, atau di tepi pulau-pulau yang berhadapan dengan Pantai Kanada. Contoh-contoh suku bangsa dari daerah ini misalnya Tlingit, Haida, dan Kwakiut.
4.      Daerah kebudayaan dataran tinggi, meliputi kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang hidup di desa-desa dalam rumah-rumah setengah di bawah tanah dalam musim dingin (semisubterranean winter dwellings) dan rumah-rumah jerami untuk musim panas. Contoh suku-suku bangsa dari daerah ini adalah: Kutenai, Kiamat, dan Yurok.
5.      Daerah kebudayaan Plains, yang meliputi kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang sampai kira-kira akhir abad ke-19 tersebar di daerah stepa-stepa mahaluas, yaitu di daerah prairie atau plains di antara sungai besar Mississipi dan deret Pegunungan Rocky, yang hidup dari berburu binatang banteng bison dengan kuda (yang pemakaiannya mereka pelajari dari orang Spanyol). Contoh suku bngsa dari daerah ini misalnya: Crow, Omaha, dan Comanche.
6.      Daerah kebudayaan hutan timur, meliputi kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang tersebar di daerah-daerah sekitar bagian timur laut, dan hidup sebagai petani menetap dengan jagung sebagai tanaman pokok. Contoh suku bangsa dari daerah ini misalnya: Winnebago, Huron, dan Iroquois.
7.      Daerah kebudayaan Dataran California (California Great Basin), meliputi kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang hidup dari berburu dan mengumpulkan biji-bijian. Contoh suku bangsa dari daerah ini adalah misalnya: Miwok, Washo, dan Ute.
8.      Daerah kebudayaan barat daya, meliputi kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun, yang tersebar di daerah gurun dan setengah gurun, dan yang hidup dari pertanian intensif di lembah-lembah sungai. Contoh dari suku-suku bangsa daerah ini adalah: Apache, Navaho, Zuni Pueblo, Hopi Pueblo, dan Santa Clara Pueblo.
9.      Daerah kebudayaan tenggara, meliputi kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup dari bercocok tanam intensif dengan cangkul. Menanam jagung, labu-labuan, dan tembakau sebagai tanaman pokok. Contoh dari suku-suku bangsa dari daerah ini adalah: Cherokee, Seminole, dan Choctow.
10.  Daearah kebudayaan Meksiko, meliputi kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat perdesaan yang berorientasi terhadap suatu peradaban kota yang banyak terpengaruh oleh kebudayaan Spanyol dan agama Katolik. 

D.   Daerah-daerah Kebudayaan di Amerika Latin 

1.      Sistem Penggolongan Daerah-daerah Kebudayaan di Amerika Latin

Benua Amerika Selatan dan Amerika Tengah pertama-tama dibagi ke dalam daerah-daerah kebudayaan Amerika Latin oleh J.M. Cooper. Sistem itu membedakan adanya empat tipe kebudayaan di Amerika Latin, yaitu:(1) Circum Caribbean Cultures; (2) Andean Civilization; (3) Tropical Forest Cultures; (4) dan Marginal Cultures. Dalam buku J.M. Steward dan L.C. Faron berjudul Native Peoples of South Amerika (1959) yang merupakan suatu ikhtisar dari seluruh bahan yang tercantum dalam Handbook of the South Amerika Indians, pada dasarnya masih dipakai juga system klasifikasi Cooper, tetapi dengan beberapa perbaikan menjadi lima tipe, yaitu: (1) Cultures with Theocratic and Militaristic Chiefdoms; (2) Andean Cultures; (3) Southern Andean Cultures; (4) Tropical Forest Cultures; dan (5) Cultures of Nomadic Hunters and Gatheres

2.      Daerah-daerah Kebudayaan di Amerika Latin

a.         Daerah kebudayaan Cacique meliputi kebudayaan-kebudayaan yang dulu maupun sekarang tersebar di Kepulauan Karibia, di negara-negara Venezuela dan Columbia bagian utara, di Equador dan Bolivia bagian timur.
b.        Daerah kebudayaan Andes meliputi daerah dari kebudayaan zaman Pre-Inca, zaman kejayaan negara Inca di Pegunungan Andes, dan suku-suku bangsa rakyat Indian dalam zaman setelah runtuhnyanegara Inca di negara Peru dan Bolivia bagian barat. Contoh suku bangsa, yaitu Campa dan Inca.
c.         Daerah kebudayaan Andes Selatan meliputi kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup di bagian utara negara Chili dan Argentina, yang tidak pernah mengembangkan system organisasi sosial yang luas berupa sistem-sistem federasi desa-desa atau negara-negara kecil, tetapi dalam kebudayaan kebendaannya dan teknologinya banyak terpengaruh oleh peradaban Andes. Contoh suku-suku bangsa yaitu, Atacama, Diaguita, dan Araucania.
d.        Daerah kebudayaan rimba tropis meliputi kebudayaan suku-suku bangsa di perairan Sungai Amazon dan anak-anak sungainya, serta di bagian besar dari negara Brazil.
e.         Daerah kebudayaan berburu dan meramu adalah daerah yang dulu oleh Cooper disebut Marginal Culture Area, dan meliputi kebudayaan suku-suku bangsa yang tidak mengenal bercocok tanam.

E.   Sub-subkawasan Geografi di Oseania

Kebudayaan-kebudayaan dari penduduk kepulauan di Lautan Teduh dalam keseluruhan belum pernah dibagi ke dalam culture areas oleh para ahli antropologi, dan memang lebih mudah untuk menggolong-golongkan beragam kebudayaan yang tersebar di beratus-ratus kepulauan di kawasan itu menurut empat subkawasan geografis, yaitu: kebudayaan-kebudayaan penduduk asli Australia, kebudayaan-kebudayaan penduduk Mikronesia, dan kebudayaan-kebudayaan penduduk Polinesia.
Penduduk pribumi Australia mempunyai ciri-ciri ras yang sangat khas, yang di dalam antropologi-fisik disebut kompleks ciri Australoid. Penduduk Melanesia (termasuk Irian) menunjukkan ciri-ciri ras Melanesoid. Penduduk Mikronesia pada umumnya menggunakan bahasa-bahasa yang sekeluarga dan menunjukkan suatu pengkhususan mengenai sistem mata pencarian dan kemasyarakatannya, sebagai penduduk pulau-pulau atoll yang kecil dan sempit, hidup dari berkebun kecil-kecilan dan perikanan secara luas. Penduduk Polinesia dipandang dari sudut ras menunjukkan ciri-ciri fisik yang khas juga, yaitu ciri-ciri Polinesian, yang oleh para ahli antropologi-fisik sebenarnya belum banyak di teliti dan dianalisis. Bahasa-bahasa Polinesia yang sudah banyak diteliti oleh para ahli bahasa sudah jelas merupakan keluarga bahasa.

F.    Daerah-daerah Kebudayaan di Afrika

Ragam kebudayaan suku-suku bangsa penduduk Afrika (kecuali Madagaskar) untuk pertama kali diklasifikasikan ke dalam sebelas daerah kebudayaan oleh ahli antropologi bahasa Amerika, M.J. Herskovits. Tahun 1955 telah terbit klasifikasi dari bahasa-bahasa di Afrika ke dalam rumpun-rumpun dan keluarga-keluarga bahasa oleh para ahli linguistik bangsa Amerika, antara lain J.H Greenbarg. Berbeda dengan di Inddonesia klasifikasi bahasa-bahasa di Afrika tidak dapat dipakai untuk suatu klasifikasi kebudayaan.
Oleh karena sistem klasifikasi Herskovits terlampau kasar sifatnya, sedangkan klasifikasi Murdock kurang memberi gambaran menyeluruh, maka penulis telah mencoba mengombinasikan kedua sistem tersebut sehingga terjadi suatu sistem yang membagi Afrika dan Madagaskar ke dalam 18 daerah kebudayaaan. Berikut ini kedelapan belas daerah kebudayaaan dari kedua daerah geografi tersebut akan diuraikan sifat-sifatnya secara singkat satu demi satu, yaitu:

1.        Daerah kebudayaan Afrika Utara. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa yang sepanjang sejarah telah mengalamai nasib yang lebih-kurang sama, sehingga walaupun asalnya beraneka warga, tetapi pada ciri-ciri lahirnya tampak suatu keseragaman yang besar.
2.        Daerah kebudyaan Hilir Nil. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa petani pedesaan yang intensif di suatu daerah lembah-lembah sungai yang subur, menggunakan irigasi dan bajak.
3.        Daerah kebudayaan Sahara. Daerah geografi ini meliputi kebudayaan suku bangsa yang hidup menetap dalam masyarakat rumput dari bercocok tanam dan beternak, atau yang hidup mengembara dari peternakan saja di daerah-daerah sumber air (oasis) dan di daerah-daerah di mana air tanah belum terlampau dalam sehingga masih dapat diambil dengan menggali sumur.
4.        Daerah kebudayaan Sudab Barat. Derah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa Negroid yang hidup dari bercocok tanam berpindah-pindah di ladang tanpa irigasi dan bajak (tetapi dengan cangkul). Sebagai mata pencarian lain mereka beternak sapi, tetapi tidak untuk diambil susu atau dagingnya, hanya sekedar untuk gengsi, misalnya untuk mas kawin.
5.        Daerah kebudayaan Sudan Timur. Daerah ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa petani pedesaan yang hidup dari bercocok tanam menetap dengan irigasi. Tanaman pokonya gandum Sudan (suku-suku bangsa di bagian selatan dari daerah ini, menanam tanaman Asia Tenggara seperti keladi, ubi jalar, dan pisang sebagai tanaman pokok).


6.        Daerah kebudayaan Hulu Tengah Nil. Daerah ini, yang oleh Murdock disebut daerah Nile Corridor, bukan suatu daerah kebudayaan, melainkan suatu daerah geografi yang sejak berabad-abad lamanya menjadi semacam jalur lalu lintas dari berbagai pengaruh kebudayaan pedalaman Afrika.
7.        Daerah kebudayaan Afrika Tengah. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa Negroid merupakan masyarakat rumpun dan hidup dari bercocok tanam berpindah-pindah di ladang tanpa menggunakan irigasi maupun bajak.
8.        Daerah kebudayaan Hulu Selatan Nil. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan bermasyarakat rumpun yang berdasarkan peternakan menetap (tidak mengembara) di daerah-daerah sabana di Sudan Selatan.
9.        Daerah kebudayaan Tanduk Afrika. Daerah kebudayaan ini meliputi suku-suku bangsa bermasyarakat pedesaan yang hidup dari peternakandan bercocok tanam intensif dengan irigasi dan bajak di lembah-lembah sungai dataran tinggi Ethiopia.
10.    Daerah kebudayaan Pantai Guinea. Daerah kebudayaan ini meliputi suku-suku bangsa bermasyarakat petani pedesaan dengan ciri-ciri ras Negroid.
11.    Daerah kebudayaan “Bantu” khatulistiwa. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang hidup dari peladangan berpindah-pindah di hutan rimba tropis, tanpa irigasi dan bajak. Tanaman pokoknya adalah keladi, ubi jalar, dan pisang (tanaman Asia Tenggara), walaupun mereka juga mennam gandum Sudan sebagai tanaman tambahan.
12.    Daerah kebudayaan “Bantu” Danau-danau. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat petani pedesaan yang hidup dari pertanian intensif menetap dengan irigasi di lereng-lereng pegunungan yang dikelilingi oleh danau-danau besar, seprti Danau Victoria, Kioga, Albert, Edward, Kivu, dan Tanganyika.
13.    Daerah kebudayaan “Bantu” Timur. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun. Mata pencarian tambahan yang penting adalah peternakan sapi yang diperah susunya untuk membuat mentega dan keju.
14.    Daerah kebudayaan “Bantu” Tengah. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa yang sebagian besar bermasyarakat rumpun dan hidup dari peladangan berpindah di hutan atau di daerah sabana. 
15.    Daerah kebudayaan “Bantu” Barat Daya. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa yang berdasarkan mayarakat rumpun dan hidup dari peladangan berpindah,tanpa irigasi maupun bajak. Suatu ciri mencolok adalah pemeliharaan sapi keramat, suatu pasangan sapi dengan anak-anak sapinya yang beralih turn temurun secara patrilineal.
16.    Daerah kebudayaan “Bantu” Tenggara. Daerah ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa yang dibagian utara berdsarkan rumpun, tetapi di bagian selatan (Natal, Basutoland) berdasarkan masyarakat petani pedesaan yang berorientasi pada kebudayaan kerajaan-kerajaan peternak seperti Kerjaan Zulu, Lovedu, dan Bavenda.
17.    Daerah kebudayaan Choisan. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup mengembara dari memburu dan meramu (Bushmen), tetapi ada pula yang hidup dari peternakan (Hottentot).
18.    Daerah kebudayaanMadagaskar. Derah kebudayaan ini meliputi kebuayaan suku bangsa bermasyarakat rumpun di daerah pantai Timur hidup dari peladangan berpindah tanpa irigasi dan bajak.

 G.  Daerah-daerah Kebudayaan di Asia

A.L. Kroeber membagi Benua Asia ke dalam daearh-daerah kebudayaan. Pembagian itu sebenarnya masih bersifat kasar sekali dan lebih berdasarkan common sense daripada analisis dan pebandingan unsur-unsur kebudayaan secara mendalam dan meluas. Dalam bab ini penulis membagi kawasan Asia menurut bembagian Kroeber dengan beberapa perubahan, ke dalam tujuh bagian, yaitu:

1.      Daerah kebudayaan Asia Tenggara.
2.      Daerah kebudayaan Asia Selatan
3.      Daerah kebudayaan Asia Barat Daya
4.      Daerah kebudayaan Cina
5.      Daerah kebudayaan Stepa Asia Tengah
6.      Daerah kebudayaan Siberia
7.      Daerah kebudayaan Asia Timur Laut

 H.  Suku-suku Bangsa di Indonesia

Seorang ahli antropologi biasanya selain memilih suatu kejuruan mengenai satu subilmu dalam antropologi (ahli paleoantropologi, ahli antropologi fisik, ahli etnologi, ahli antropologi-sosial dan sebagainya), juga memilih suatu kejuruan mengenai suatu daerah di muka bumi (ahli Asia Barat Daya, ahli Amerika Utara, ahli Amerika Latin, ahli Oseania, ahli Asia Tenggara dan sebagainya.

I.       Ras, Bahasa,dan Kebudayaan

Sejumlah manusia yang memiliki ciri-ciri ras tertentu yang sama, belum tentu juga mempunyai bahasa induk yang termasuk satu rumpun bahasa, apalagi mempunyai satu kebudayaan yang tergolong satu daerah kebudayaan.
Ada sejumlah manusia yang memiliki ciri ras berbeda-beda, tetapi mempergunakan beberapa bahasa induk yang berasal dari satu keluarga bahasa, sedangkan kebudayaan mereka memang juga berbeda-beda, misalnya orang Huwa di daerah pegunungan di Madagaskar, orang jawa, dan orang Irian dari daerah pantai utara Irian Jaya.
 Dalam zaman sekarang ini, komunikasi antara manusia dan mobilitas manusia di seluruh penjuru muka bumi kita ini makin meluas, maka pembauran antara manusia dari beragam ras, beragam bahasa, dan beragan kebudayaan, juga menjadi makin intensif.
                                 




                                                                 
                                                                           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar